Senin, 20 September 2010

Diary in Korea #6

Ironi

Bermula dari kenangan yang kurang menyenangkan sewaktu merayakan Idul Fitri di KBRI. Hari itu KBRI penuh orang Indonesia. Saya kira cuma sedikit orang Indonesia di Seoul, ternyata TKI nya lumayan banyak juga. Ketika saya dan teman2 mengobrol salah seorang laki-laki bermuka bapak-bapak mendekati kami untuk meminta foto bersama dengan alasan yang kurang jelas. Yah dengan alasan untuk kesopanan kita foto dengan muka yang gak fokus ke kamera. Waktu kami pulang di jalan menuju subway pun banyak orang yang 'suit-suit' ke arah kami.

Sejak saat itu rasanya enggan bertemu orang Indonesia. Ditambah dengan ada orang yang gak jelas kayak meneror teman saya, tambah takut. Tiap kali ada muka-muka Melayu yang terlihat seperti orang Indonesia kami selalu waspada. Memalingkan muka, jalan cepat-cepat, ngomonng pelan2 pake bahasa inggris. Bahkan kami berpikir bagaimana ya nanti kalau ada orang Indonesia nanya2, apa kita bilang kita orang Malaysia aja? Atau kita bilang kita orang US aja, Indonesia tapi warnegara US. Dan hal-hal aneh lainnya, saking kami takutnya bertemu orang Indonesia.

Ironis, bahkan saya juga agak takut dengan orang sendiri. Astaghfirullah. Yah mungkin ini juga bergantung kelas sosial. Tapi yang banyakan disini ya para TKI itu. Bukannya bermaksud merendahkan. Bukan pula menjelek-jelekkan. Saya pun merasa sangat sedih pada perasaan saya yang seperti ini. Mengapa sampai bisa takut pada orang sendiri? Bukankah harusnya merasa senang bertemu saudara yang juga senegara? Sungguh ironis. Menjaga sikap di negeri orang. Lebih menghormati orang lain mungkin itu yang kurang dimiliki banyak orang Indonesia yang saya takuti.

Minggu, 12 September 2010

Diary in Korea #5

Efisien Kerja ala Korea

Setelah beberapa minggu disini saya mengamati betapa efisiennya orang Korea bekerja. Mereka bisa mempekerjakan sedikit orang, namun hasilnya tetap maksimal. OK, boleh dibilang kalau ini diterapkan di Indonesia akan malah merugikan karena nanti akan semakin banyak orang menganggur karena perusahaan hanya akan mempekerjakan sedikit orang. Namun, saya pikir-pikir lagi semakin banyak orang yang diperkerjakan membuat banyak orang punya kesempatan lebih untuk bernmalas-malasan, baik pekerjanya maupun kita.
Saya beri contoh beberapa tentang ini yah :
Misalnya kalau kita berbelanja di department store. Biasanya di belakang kasir ada seorang pekerja lagi yang tugasnya membungkus atau memasukkan barang2 yang kita beli ke kantong plastik. Namun yang terjadi disini adalah customer harus memasukkan barang-barang yang dibelinya SENDIRI. Betapa simpelnya pekerjaan ini, tetapi banyak dari kita yang malas. Betapa jeniusnya ide ini untuk menghemat jumlah pekerja.

Berikutnya kalau kita makan di restoran yang pakai bungkus2 atau piring atau food court lah. Tidak ada pelayan yang akan mengantarkan makanan kita atau membersihkan sisa piring kita. Kita sendiri yang harus mengambil makanan. Dan kita juga yang harus mengembalikan piringnya ke tempat semula. Jadi tidak perlu orang untuk membawa dan bersih-bersih. Sekali lagi pekerjaan simpel, tapi kita seringkali malas melakukannya sendiri.

Contoh ketiga, di amusement park. Saya dan teman2 pergi ke Lotte World. Namanya amusement park pasti penuh orang dan keamanan jadi penting. Karena alasan ini jadi banyak orang yang dipekerjakan. Tetapi untuk wahana2 yang kecil gak tuh. Cuma satu orang yang kerja. Ajusi nya yang bukain pintu, menghitung berapa orang yang masuk. memastikan seatbelt nya kencang, sekaligus mengoperasikan alatnya. Hebat kan. Dan itu bisa dilakukan satu orang loh.

Terakhir ni tentang Ajuma yang bersih2 di asrama international house kami. Ada 7 lantai dan cuma 1 orang yang bersih2 ini semua, bayangkan. Ajuma itu yang ngepel, milah2 sampah, bersihin kaca ketujuh lantai kami. Hebat kan. Dan see itu bisa dilakukan satu orang.

Jadi tersadarkan betapa malasnya kita bahkan untuk melakukan ha-hal kecil sekalipun.

Minggu, 05 September 2010

Diary in Korea #4

The Great Sejong

Hari ini seperti biasa jalan2 lagi. Kali ini saya pergi berdua saja dengan teman dari Ukraine. Entahlah kenapa cuma berdua, rata2 masih molor karena mungkin baru pulang pagi. Kita berdua pergi ke Gwanghwamun, yang tekenal dengan palacenya Gyengbokgung.

Nah di sekitar istana ada objek wisata juga untuk mengenang salah satu raja yang paling dipuja, namanya raja Sejong. Keren banget deh, kita bisa lihat film tentang raja itu. Terus juga kemajuan2 pengetahuan saat raja Sejong berkuasa.

Tapi inti ceritanya kali ini bukan itu. Saat nonton filmnya yang dibuat dengan sangat bagus, saya baru ngeh kenapa raja itu famous banget diantara raja lain di dinasti Joseon. Dikisahkan raha Sejong menaruh perhatian yang besar pada perkembangan pengetahuan. Saat dia berkuasa, dia berhasil menghasilkan orang2 yang menemukan alat cetak, kalender baru, jam untuk masayarakat, rasi bintang, senjata, dsb. Tapi menurut saya jasanya yang paling besar adalah membuat alphabet Korea yang dibedakannya dari alphabet China karena dia menemukan vokal mereka memang berbeda dengan China.

Raja Sejong merasa perlu membuat alphabet ini karena selama ini rakyatnya tidak bisa berkomunikasi dan menguatarakan apa yang mereka rasakan. Setelah adanya alphabet ini diharapkan rakyatnya menjadi lebih maju dan tidak buta huruf. Namun, aksi mulianya ini ditentang oleh banyak pihak. Bila rakyat pandai, maka rakyat akan menuntut banyak hal dan itu akan menimbulkan banyak masalah bagi pemerintah nantinya. Banyak petinggi yang tidak setuju pada raja ini.

Namun, apa yang raja bilang. Alih2 gentar dia bersikukuh barangsiapa yang ada di negerinya dan tidak mau melayani rakyat, maka di tidak pantas ada disini. Baginya raja adalah pelayan bagi rakyatnya. Raja Sejong terus mengembangkan alpahabet itu hingga kedua matanya buta.

Sungguh pemimpin yang layak diteladani.