Rabu, 29 Juli 2015

Why government institutions remain backward?

Everytime we turn on TV and looking for harmless program, we end up watching TVRI, Indonesian public TV, which owned by government. Nevertheless, my hubby always complain of TVRI poor quality in term of videography and creativity of the program itself. Eventough I think they made some progress compare to last decade (wkwkwkw), he says that TVRI program looks dull, just like TV program one or two decade backwards. In the era of modern videography with the latest technology, it remains 'traditional' in somehow negative means. I say that TVRI nature is showing 'healthy' program which mostly infamous because they have to obey the holy rule to show only good thing to the people. But health progra, does not neccessarily pack with old camera and mediocre director. So why it remains backward? After moving from private company to public institution, I began to realize that money is the golden goal to keep an institution stay productive. Maybe this is the possible answer, why TVRI remain same since Soeharto era is because they are non-profit institution. They do not have any profit target to be achieved this year so why you bother to make a good program and attain viewer when you do not need advertiser. It occurs exactly same here, I almost have nothing to do for the last two weeks. I go to work to write blog, watch youtube, read comic online, or just chat with friends. What a dream job! But its boring, indeed. Everybody also seems very relax, chatting and laughing. It is because we do not have target how much we should earn this year. We can't deny that money becomes the core motivation that energize human productivity especially organization. It's not that money is everything but without money today we can do nothing. It reminds me of Hirschman, if I' m not mistakenly pick wrong philosopher, who says that today capitalism is soft power that harness human lust which previously turn out to be war. So he says capitalism is good cause it keep our world today peaceful (in term of negative peace). But, should public institution become profit oriented to keep them productive? Not 100%, but at least they should set a certain target that maybe can be calculated with money. Extra credit also should be given for them who can save more than spend. I think what our public institution lack of is clear goal and vision.

Rabu, 13 Mei 2015

Bicara tentang keikhlasan menjadi istri

Sekilas tugas menjadi istri terdengar mudah. Well cuma ikuti apa kata suami. Gampang kan ya. Itu yang terlintas di benak saya sebelum menikah. Bicara pengabdian dan keihlasan sekarang ternyata tak semudah prakteknya. Alkisah saya dan suami saat ini dalam proses pindahan dan merenovasi rumah. Rumah yang beli suami biaya renovasi juga dia biaya beli semua isi rumah juga sebagian besar dia. Ya teorinya semua yang punya dia juga punya saya. Tapi tetap saja tidak semudah itu. Sebagai bread winner dan main founder tentu suara suami lah yang suaranya paling harus didengar. Disitu kadang saya merasa......powerless. Mungkin kondisinya akan berbeda kalau saya datang dari kondisi sosial ekonomi yang berbeda. Tapi somehow pendidikan membuat ego saya menjadi lebih tinggi. Disitulah 'nrimo' itu menjadi sesuatu yang berat. Saya seolah tidak punya suara, tidak ada hak untuk menentukan apapun. Oh begini ya rasanya. Tapi bahtera ini harus tetap saya jaga. Agar tidak goyah maka seseorang harus mengalah. Harus lebih banyak diam. Dan disinilah saya berusaha untuk menerima dan diam. Mungkin karena inilah Allah mengirim saya untuk diklat di tempat yang jauh dalam waktu yg agak lama. Biar bisa refleksi diri dan mengurangi konflik. Meredam ego dan mengalah.

Senin, 16 Maret 2015

Small but Expensive, Baby Apparel

Everytime I visit baby's section in store, I amaze with the cuteness and...the price. How does the very small outfit cost more expensive than adult outfit. I found the answer when I participated in workshop about product safety for those who want to sell apparel particularly for baby and children to the US. There are several requirements that has to be fulfilled to ensure the safety of baby apparel. These standart also adopted to Indonesian national standard for baby apparel. First, the material should contain tin no more than 100 ppm. It also applies for accesories attach on the outfit. Second, the material should be anti flame or wont be burnt in certain degree to ensure it will be burn if only small fire catch it. Third, the tie or any kind of string shoould not be placed around the head. The string should be replaced with kind a button or zipper to attach both part. The string should not also place on the waist part cause it may danger the kids if its binded by school bus door. The outfit also should not contain any small accesories that can be possibly eaten by the kids. Those requirements are just a simple summary, there are a lot more if you refers to the real standart. Visit cpsc.org for US standart or bsn.go.id for Indonesian standart. Baby is indeed high maintenance creature.
#tradeinsight

Minggu, 15 Maret 2015

Why Indonesian Chocolate is Infamous?

As long as I know, Indonesia is the third biggest cocoa producer all over the world with 720 thousands ton cocoa a year. Sadly, most of premium chocolate I found at store coming from Switzerland and even Ghana. So, where does Indonesian chocolate goes? We know that each country has their own soil structure that cause a different taste on their agriculture products mainly for beverages such as tea, coffee, and chocolate. Indonesian chocolate, because of its soil components, has a bit sour taste. This taste is not prefereable for most market, but some of them like it such as Germany. The problem with Indonesian cocoa occurs during its drying process. Ghana chocolate is being fermented before it dried under the sun. The fermenting pricess is quite critical because it may create a favorable taste and flavor. This process took from 4-5 days. So why Indonesian farmers neglect it? Fermented or non fermented cocoa seed lie on the same price, so it is not beneficial for farmers to delay 4-5 days when they can just dry and sell it. The fermenting step also allow cocoa membrane release so that it result a clean seed with less fungus and bacteria. They may damage cocoa seed too during shipping process cause bad quality cocoa seed. Indonesia did export the cocoa seeds for example to Japan and the US. However, due to its bad quality, it ends up into animal food. That's a sad fact.

Jumat, 13 Maret 2015

Menjadi ASN

ASN apaan sih? Mungkin orang lebih familiar dengan istilahnya yang lain yaitu PNS. Nah udah tau kan, kepanjangan ASN adalah Aparatur Sipil Negara. Di tengah pro dan kontra masyarakat tentang ASN ini toh jumlah peminatnya setiap kali pembukaan lowongan tidak pernah surut. Mungkin banyak dari yang mencibir ikutan daftar juga hehehe. Menjadi ASN mungkin juga bukan cita-cita saya dari kecil, tetapi disinilah saya sekarang, salah satu Kementrian di daerah Gambir. Tulisan ini hanya merupakan hasil partisipasi obeservasi saya selama 2 minggu ini. Kedalamannya jelas meragukan, tetapi mungkin bisa memberikan sudut pandang yang lain. Pertanyaan yang sering diajukan mungkin adalah setelah bekerja di swasta mengapa mau pindah menjadi ASN yang gajinya kecil? Dan jawaban saya yang paling umum adalah karena bekerja di swasta capek, lalu memangnya jadi ASN gak capek? Mungkin bukan cuma capek secara fisik ya tetapi juga capek secara mental. Saat ini memang belum ada kesibukan, tetapi walaupun sibuk pun tidak ada tekanan mental yang terlalu. Dan saya suka kesibukan tanpa tekanan. Yang agak bikin down sebenarnya adalah.... sebagai anak baru saat ini saya bebas tugas. Terdengar menyenangkan tapi sebenarnya membosankan. Tetapi disini saya tidak harus berpura-pura sibuk. Di tengah kebosanan saya mengisi waktu dengan mengobrol, nulis blog, dan baca buku. Dan tidka terasa jarum jam pun berputar. Saya nyaman dengan ritme kerja yang sibuk tapi tidak menekan dan menghargai apa yang saya kerjakan. Saat itu pun saya mengikuti proses dengan harapan dapat melakukan pekerjaan yang berarti, bukan untuk saya sendiri a.k.a tapi untuk kepentingan lebih banyak orang. Terdengar agak-agak idealis ya. Tapi sungguh dengan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat buat banyak orang saya merasa keberadaan saya lebih berarti. Misalnya tadi saya mengikuti workshop sosialisasi standart keamana produk tekstil untuk diekspor ke US. Lalu tiba-tiba dapat tugas mengumpulkan bahan-bahan tentang MEA untuk wawancara direktur dengan majalah internal. I felt like I did such an amazing job. Ribet tapi efeknya akan akn dirasakan banyak orang. Terutama terkait kesadaran konsumen kalau mereka berhak dan harus dilindungi dengan mendapatkan produk yang kualitasnya baik. Tentu saja ini bukan lolly land yang isinya manis aja, tentu ada pahit2nya. Hal-hal yang membuat kadang saya nyengir. Kok bisa ya. Yang paling umum yang 'kekeluargaan' di lingkungan semua PNS. Semua orang pasti ada entah ayah, ibu,, paman, bibi, keponakan, cucu, cicit kali disini,. Samoai-sampai ada yang heran kenapa saya bisa diterima tanpa seorang pun kerabat internal. Dan...karena beberapa orang mungkin saking gak ada kerjaannya, omongannya kurang bermutu. Entahlah rasanya kurang profesional saja dan kurang pas untuk lingkungan kerja. Ini belum termasuk urusan duit-duitan yang saya gak tau juga kenapa program sekecil apapun ada honornya. Untuk yang ini saya no comment aja karena belum tau gimananya. Terlepas dari segala macam baik dan buruknya, yang penting kita luruskan niat saja. Kalau niatanya sudah baik sudah lurus saya yakin hasilnya pun berkah. Aminnn....

Minggu, 22 Februari 2015

Selepas dari rumah mertua

Salah satu hal yang katanya paling banyak ditakuti setelah menikah adalah mertua. Terutama ibu mertua. Karena itulah terkadang kita merasa insecure kalau ada bersama mereka. Padahal kalau kita pikir lebih lanjut kita mencintai suami atau istri kita karena sifat2nya. Lalu darimana datangnya sifat baik itu? Ya tentunya dari mertua sebagai orang tuanya yang rela memberikan putra putri yang sudah dirawat bak pualam kepada kita, orang asing ini. Alhamdulillah saya mendapatkan mertua yang sifatnya persis suami saya haha. Mungkin cuma ibu mertua saja yang over perhatian kepada suami setiap kali kami kesana membuat saya terkadang merasa kurang mumpuni sebagai istri baru. Tapi selebihnya beliau bisa dikatakan mertua idaman. Tidak pernah protes tidak juga menggurui. Dan yang paling penting beliau berusaha memahami kondisi kami saat ini. Memang keluarga suami itu boleh dibilang less affection. Satu keluarga itu lempeng banget tidak pernah menunjukkan rasa kasih sayang secara gamblang. Tapi itulah uniknya mereka saling mencintai dan menjaga dalam diam hahaha. Selama ini saya beberapa kali protes pada sikap suami yang pasif banget. Ya karena keluarganya juga begitu. Tapi sekarang saya malah mendapatkan benefit dari kepasifan itu haha. Bapak dan ibu mertua saya adalah polisi. Dalam usia yang tidak lagi muda mereka selalu bangun pagi. Saya rasa yang membuat mereka tetap sehat adalah pekerjaan yang mengharuskan tetap aktif. Mulai dari bersepeda puluhan kilometer sampai lari2. Saya sempat malu bahkan diusia saya yang muda ini fisik sudah mulai lemah karena jarang olahraga. Walaupun menurut saya tidak ada sisi romantisnya tapi mereka kemana2 berdua. Ya disitulah romantisnya. Cinta yang tenang itulah yang bertahan lebih lama. Dan bagaimanapun laki2 adalah pemimpin. Mereka egois dan selalu harus ditempatkan diatas. Tapi tidak susah kok menjalankan itu cuma perlu sedikit pengorbanan ego. Sudah itu saja dan perempuan akan tetap jadi ratu di rumah tangga. Nah sekarang pe ernya buat saya adalah memberikan cucu buat mereka. Alhamdulillah soal ini juga tidak pernah ditanya2 jadi saya juga jadi lebih tenang. Sekian cerita kali ini...

Jumat, 20 Februari 2015

Catatan Perjalanan

Setelah menikah beberapa bulan lalu alhamdulillah saya dan suami semakin menggila untuk memenuhi hasrat travelling kami. Mulai dari honeymoon di ubud sampai menggigil di gunung bromo. Dari bandung, malang, surabaya, dan jogja sudah kami sambangi setelah menyandang status 'menikah'. Seolah kamj kami kecanduan untuk pergi lagi dan lagi. Sampai-sampai orang tua saya agak khawatir kalau2 uangnya habis hahaha. Bahkan ketika saat ini saya terancam tertunda gajinya selama beberapa bulan pun kami masih merencanakan untuk jalan ke belitung. Ahh..baru merencanakan saya rasanya sudah semangat bukan main. Dengan dana yang mepet kami berusaha mencari celah di tengah tanggungan untuk menyelesaikan kpr, beli furniture, dan segala macam kebutuhan lainnya. Tapi saya tidak akan menghentikan hasrat untuk travelling ini. Kami juga sepertinya tidak akan kapok untuk spend some money untuk jalan2. Kalau sudah berdua begini manfaat travellingnya nambah lagi. Bukan cuma bisa refreshing melihat tempat2 baru tapi lebih kepada rejuvenate or meremajakan kembali hubungan kami. Selepas pulang dari suatu tempat saya seolah menemukan sosok suami saya yang baru. Bukan orangnya yang baru ya tapi sifatnya dan kebaikan2nya yang baru. Ketika kami akan berangkat untuk travelling ke malang dan bromo saya sedang sakit flu parah. Tapi show must go on karena kami sudah pesan tiket dan segala akomodasi jauh2 hari. Atmosfer yang harusnya ceria dan semangat jadi agak muram karena buat nafas aja susah. Namun suami saya yang biasanya pendiam mendadak menggantikan posisi saya. Dia bahkan selalu menyanyi "everythibg is awesome" theme song lego movie yang juga jadi them song travelling kami. Si ndut yang biasanya lempeng banget tiba2 juga bisa jadi superhero yang memayungi kalau lagi hujan, memeluk waktu dingin, dan segala hal romantis lainnya yang tidak perlu kata2. Jadi berasa banget kalau words do not matter dalam sebuah hubungan yang mature. Yang penting actionnya. Lima bulan pernikahan kami yang alhamdulillah diberkahi dengan rizki yang cukup membuat kami bisa mengunjungi berbagai tempat. Saya juga belajar untuk tidak mengeluh dan mengkompromikan segala keinginan saat liburan. Dan saat ini kami juga sedang dalam perlanan ke jogja. Horeee...kota penuh kenangan yang gak ada matinya. Siap untuk petualangan baru!!!

Rabu, 11 Februari 2015

Ketika langkah baru akan dimulai...

Tidak semua rencana kita akan berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Perlu waktu cukup lama bagi saya untuk belajar menghayati kalimat itu. Saya selalu penuh rencana, dan saya pikir karena rencana-rencana itulah hidup selalu penuh tantangan dan tidak pernah membosankan. Setelah menyelesaikan studi S2, seperti biasa saya selalu punya rencana. Menjadi dosen di lingkungan kampus lalu menikah. Mungkin saya terlalu terburu-buru ketika mengejar mimpi yang pertama. Saya berusaha menghubungi dosen-dosen, rajin ke kampus, tapi sepertinya saat itu belum ada tempat untuk saya. Sementara itu orang tua sepertinya sudah resah, padahal saya baru satu bulan lulus. Saya pun mulai menapaki masa sebagai 'job seeker', rajin pergi ke CDC, ikut beberapa kali tes dan ternyata gagal (hahahaha), dan menghubungi teman-teman lama (siapa tau ada lowongan disana). Saya pun sempet mengikuti interview di salah satu NGO, dan mereka bertanya mengapa dengan ijazah yang saya miliki saya mau bekerja untuk mereka, padahal saya bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang menawarkan gaji lebih baik. Setelah beberapa bulan pergulatan, akhirnya saya bekerja di salah satu bank asing si bagian corporate communication. Jauhhh sekali dari cita-cita saya sebelumnya. Tapi dari sinilah pelajaran dimulai. Bahwa cita-cita yag besar tidak bisa dicapai dengan mudah, terkadang kita harus berbelok dulu sebelum akhirnya bisa kembali ke track yang kita rencanakan sebelumnya. Sekarang sudah hampir satu tahun saya bekerja dan di tengah suka duka, saya sangat bersyukur bisa mendapatkan 'taste of working' disini. Bahwa cari uang itu susah, bahwa setinggi apapun pendidikan kita, ketika kita newcomer tetap saja akan disuruh-suruh. Saya belajar merendahkan diri, saya belajar menangani hal-hal kecil, dan itu tidak buruk karena memang seperti itulah bekerja. Mungkin karena itulah fresh graduate kadang-kadang banyak yang 'songong' hahaha. Alhamdulillah saya sudah melewati fase itu dan insya Allah bisa bersikap lebih dewasa. Setahun ini juga membuat saya tersadar, bahwa semakin kita dekat kepada Nya, kita tidak perlu takut karena cerita Nya akan lebih indah dari rencana kita. Tepat satu tahun setelah saya meninggalkan Korea, di hari yang sama seperti tahun lalu saya menghadapi interview di salah satu kementrian. Setelah proses selama kurang lebih enam bulan, alhamdulillah saya mendapatkan amanah ini. Bisa memanfaatkan waktu, usia, kompetensi saya untuk ibadah, itulah tekad saya. Rasanya kesempatan ini akan sangat menyenangkan, tidak sempat terpikir kalau ini berarti saya harus mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman disini. Rasa ini seperti malam sebelum saya menikah, senang menyambut hal baru, agak cemas dengan kemungkinan-kemungkinan di depan yang belum jelas, dan perasaan gelisah karena harus meninggalkan orang-orang yang saya cintai. Tidak terasa besok adalah hari terakhir saya bekerja disini. Pagi tadi saya sudah mulai merenungkan dan menikmati perjalanan saya dari kantor ke rumah. Jalan yang terlihat biasa, jalanan yang dulu sering saya lewati dengan terburu-buru, jalanan yang saya terjang ketika hujan deras atau banjir disisi kanan dan kiri, jalanan yang walau dekat tetapi mulai besok pasti akan jadi asing dan jarang dilewati. Hidup berputar dan berganti, demikian pula dengan orang-orang yang ada dalam kehidupan kita. Saya sangat bersyukur menghabiskan waktu disini dengan orang-orang yang baik. Dan saya siap untuk langkah baru ini.....